Udah lama ya gak ngeblog lagi. Hehehe~ Semester ini semua mata kuliah diambil, ditambah ngerjain skripsi sekalian, biar lulus cepet. *Aamiin.* Trus segera menjalankan misi yang selanjutnya. Karena manusia tak pernah tau sampai kapan dia akan berada di dunia ini. So, everyone~ let's spend our time wisely! Males-malesan dikit bolehlah...yang penting harus tetep bertanggung jawab sama amanah. :D
Oke, lanjut! Pernah gak sih kamu disakiti sama temen dan saking keterlaluannya bahkan kamu yang biasanya pemaaf sampai gak bisa maafin orang itu? Sesuai dengan judul postingan ini, "You can glue broken ceramic, but not for heart". Hati seseorang bukanlah keramik atau sejenisnya yang setelah kamu hancurin lalu bisa kamu sambung lagi dengan mudahnya. Tidak bisa. Butuh waktu yang lama jika hati itu sudah bener-bener hancur buat kembali lagi seperti dulu. Dan itupun gak bisa sepenuhnya kembali utuh seperti sebelum hati itu dihancurkan. Pasti ada beberapa bagian yang tidak bisa disambung lagi. Kenapa aku menganalogikan hati dengan keramik? Karena hati juga mudah patah, mudah hancur. Bermain-main dengan hati seseorang adalah sesuatu yang sangat berbahaya. Once you broke it, it will take some times to repair. Hal ini yang sedang terjadi sama aku sekarang. Aku berani mengklaim diriku sebagai teman yang loyal. Aku tidak pernah sekalipun menghianati seorang teman walaupun teman itu pernah melakukan hal yang buruk kepadaku. Sama sekali tidak pernah. Jika ada teman yang berbuat salah, biasanya kami bisa saling memaafkan dengan mudah. Tapi tidak dengan kali ini. Kasusnya sudah terlalu berat. Levelnya sudah terlalu tinggi. Kejadian ini bermula ketika kerja praktek di Kalimantan. Aku datang ke Kalimantan dengan tujuan untuk kerja praktek, sebagai syarat untuk menempuh mata kuliah, supaya dapat pengalaman baru, sekalian liburan, dan ternyata aku juga dapat bonus yang sangaaat luar biasa. Sakit hati!
Peraturan di jurusanku, kerja praktek boleh berpasangan atau individu. Kebetulan ada yang mengajak aku berpasangan. Sebenernya aku sudah berencana untuk mengajak teman lain buat jadi partner. Tapi kebiasaanku adalah siapa yang ngajak buat partner-an duluan, itulah yang akan jadi partner ku. Aku tidak pernah membeda-bedakan teman. Karena aku juga tidak suka dibeda-bedakan. Alhasil, jadilah aku partner-an sama temen yang ngajak itu. Sebenernya aku dan partner ku ini cukup deket. Kita biasa curhat-curhatan *tapi biasanya aku yg sering jadi pendengar aja, aku gak terlalu suka ngobrol panjang* Anak ini gak terlalu keliatan di kampus dan gak terlalu bisa berbaur sama temen-temen yang lain. Dia punya pemikiran sendiri tentang anak-anak di kampus yang terkadang bikin aku...ehhmm...ngapain diambil pusing sih? Tapi aku tetep support dia dengan pemikirannya itu. Setiap individu punya hak untuk mempunyai pemikiran masing-masing. Dia juga pernah bertanya kok bisa aku hidup dengan sifatku yang easy going. Ya..just take it easy aja. That's all.
Ternyata pertemanan kami hancur akhirnya. Aku diperlakukan dengan seenaknya. Bagaimana bisa aku harus nurutin setiap kemauannya. Hey, aku disini karena kamu minta aku buat nemenin kamu yang gak berani buat kerja praktek sendirian ketika seseorang yang kamu klaim sebagai "sahabat" menolak ajakan mu buat partner-an kerja praktek. Lalu ini yang aku dapat? Dulu aku sempat bertanya-tanya. Kenapa banyak teman-teman di kampus yang gak suka sama anak ini. Kemudian 45 hari di Kalimantan cukup memberiku jawaban yang sejelas-jelasnya. Aku sangat menyesali hal ini terjadi. Tapi tidak ada yang bisa mengembalikan waktu yang terbuang. Yang berlalu biarlah berlalu. Seberapa buruk kenangan itu, tidak perlu dilupakan. Karena hal itu akan jadi kekuatan untuk kita dalam bertindak. Jadikan pelajaran hidup untuk mencari kenangan-kenangan lain yang lebih indah. Dia pernah mencoba untuk meminta maaf. Dan seperti yang ku duga, dia selalu mengulangi lagi setiap kali setelah minta maaf. Saat aku sulit memaafkannya karena terlalu sakit hati, dia menyebutku kekanak-kanakan. Tidak bisa bersikap dewasa. You call that "sincere apology"? Aku bersedia memaafkan dia, tapi tidak untuk mengembalikan keadaan seperti sebelum semua kekacauan ini terjadi. Itu mustahil.
Sudah sangat parah yang kau perbuat, kawan. Maaf kalau aku masih gak
terima. Terlalu sakit. Sudah terlalu banyak airmata yang mengalir. Aku bukan Tuhan Yang Maha Pemaaf. Aku manusia biasa. Kalau kau tidak memperlakukan ku dengan baik, aku bisa benar-benar pergi. Aku bukau kan seseorang yang setelah kau sakiti dengan hebatnya, lalu kau memintaku untuk tetap tinggal, dan aku akan tinggal. Tidak. Aku punya keterbatasan. Aku kira kamu adalah orang yang paling mengerti tentang apa yang namanya sakit hati, ternyata aku salah. Terima kasih atas segala pelajaran hidup yang sudah kau berikan selama ini.
From the deepest of the heart,
No comments:
Post a Comment