Saturday, October 22, 2011

Gomenasai, obaachan~

This morning, 8:52 AM, an unknown number called me. I think that is a call from my friend because yesterday she said she wanna borrow my jacket. What a shock! That's from my father. I don't know why he didn't use his own phone to call me. And he just said something shocking when I was a half awake. My father said that my grandma passed away this morning.
So speechless. I don't know what to say on the phone. My father ask me if I gonna go home or not. I stammered and finally I said I don't go home. Yeah, I won't go home.

That's not because I don't love her or I don't wanna see her for the last time. I really love her. However, she raised me and looked after me when I was child while my mother was still taking education in college. She is the one who I ran into when my mother scolded me. I once dreamt that I will make her happy. She likes visit some recreation place. I once dreamt that I will take her to a lot of beautiful places. But, it seems too late now. I already lost many beloved people in my life. First, my aunt from my mother, then my grandma from my father, then my grandpa from my father, now my grandma from my mother.
Gomenasai~ The reason I don't go home today was because I think I don't make it on time. I will take about 5 hours to arrive at my hometown. 5 hours are too long. I'm sure that my grandma will be buried before that. What is the point of going home if I can't see you for the last time? Hontou ni gomenasai obaasan. Watashi wa uchi he kaeritai yo, demo dekimasen deshita.
Hontou ni gomen na. I promise, I will visit your grave, bring some flowers to make it fragrant, and clean it up.
Mou ichido, gomenasai~ Obaachan ga totemo daisuki desu.pucca_love_16pucca_love_17

The girl who loves her GrandMa,

Tuesday, October 11, 2011

Being a leader? It's not a drug, but it's addictive

Salam olahraga~ pucca_love_13 *mau ngapain buuk?*
Welcome back to my new post. Kali ini pembahasannya sedikit lebih serius. Tapi ya, dibikin enjoy aja laah *ngetik sambil ngemil soes kering*
Kejadian siang ini membuat aku sadar betapa beratnya menjadi seorang pemimpin.
Pernahkah kalian jadi pemimpin? Gak perlu jadi pemimpin besar lah...yah, misalnya jadi ketua kelas gitu. Aku yakin, semua orang pernah jadi pemimpin, jika bukan memimpin orang lain, at least mereka memimpin dirinya sendiri. Bagaimana menurutmu, rasanya jadi pemimpin? Asyik kah? Susah kah? Menantang kah? Everybody has their own opinion about this. Kali ini aku mau share beberapa pengalaman ku jadi pemimpin.
Sejak kecil aku sudah terbiasa jadi pemimpin. Mulai dari kelas 1 SD, aku sudah ditunjuk sebagai ketua kelas. Lalu saat upacara, aku sering diminta jadi pemimpin barisan, pemimpin peleton, pemimpin paduan suara, dan lain-lain. Itu hanya pengalaman kecil. pucca_love_11
Beberapa bulan yang lalu, tepatnya di bulan Maret tahun 2011, aku menjadi koordinator acara untuk sebuah event tahunan unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang aku ikuti. Ini adalah pertama kalinya aku bisa menjadi koordinator untuk acara tingkat provinsi. Sebelum-sebelumnya aku hanya menjadi koordinator acara tingkat jurusan. Nah, terjadi sesuatu di acara ini. Sebuah sekenario berat telah dipersiapkan oleh presiden UKM dan tidak ada satupun anggota yang mengetahui. question
Jadi begini ceritanya...
Setiap kita mengadakan kegiatan, hal yang pertama kita lakukan adalah membuat proposal. Lalu kita meminta berbagai perijinan dan tanda tangan pihak-pihak terkait supaya acara kita mendapat dana dari pusat, yang dalam hal ini adalah pihak rektorat. Pokoknya ada banyak proses yang perlu kita lakukan sampai akhirnya acara kita bisa didanai. Pernah terbayangkan kalo kalian mau bikin acara besar sementara dana yang disetujui hanya 30 % dari anggaran yang kalian ajukan? kebayang kan betapa bingungnya panitia saat itu. Setiap hari kita adakan rapat, rapat, dan rapat, bahkan sempat terbesit rencana kalo acaranya bakal mundur. Tapi ini jelas tidak mungkin karena poster dan undangan sudah tersebar *berasa mau nikahan aja yak*pucca_love_13
Alhasil, sesuai kesepakatan bersama, kami meleburkan beberapa sie menjadi satu. Di proposal masih dibagi dalam beberapa sie, tapi kenyataannya semua sie akhirnya saling membantu satu sama lain dan tidak berdasarkan jobdesk. Semua sie pergi mencari sponsor ke banyak perusahaan. Mulai dari industri makanan, minuman, bimbingan belajar, provider telekomunikasi, kedutaan, dan banyak lagi deh. Udah panaas,,jauuh,,capeeekkk
pika14

Akhirnya kita tetap melaksanakan acara sesuai proposal, poster, dan undangan. Tetapi kita bener-bener menekan pengeluaran semaksimal mungkin. kami memangkas banyak sekali anggaran yang dirasa kurang perlu. Saat itu, rasanya pengen escape aja dari kehidupan dan melarikan diri aja. Tapi lalu aku sadar, tantangan itu bukan untuk disia-siakan. Kehidupan itu bukan untuk dilewatkan, tapi dilewati. Kalo bukan sekarang aku belajar menghadapi tantangan, kapan lagi? Berbekal semangat dan harapan yang besar, finally the event was handled successfully with our biggest effort. Melelahkan memang. Tapi aku puas, karena aku bisa menghandle acara besar dengan cukup baik mengingat banyaknya keterbatasan-keterbatasan yang ada. mrgreen
Setelah perjuangan ini berakhir, kami mengadakan evaluasi untuk masing-masing sie. Jreng,,jreng,,In this part, the hidden scenario is revealed. Sebuah skenario besar disajikan disini. Sebenarnya, acara ini tidak pernah kekurangan sumber daya materi, I mean, dana. Sebenernya dari awal kami bahkan punya dana berlebih untuk mengadakan acara ini. Hanya saja, presiden UKm sedang mengadakan ujian kepada kami. Apakah kami mampu mengadakan acara dengan dana terbatas? Jika suatu hari hal ini benar-benar terjadi dan bahkan kami tidak mendapatkan dana sepeserpun dari institut, setidaknya kami tidak perlu takut karena kami sudah tahu apa yang harus kami lakukan.
pika21
Sedikit kesal, tapi berterima kasih. This is a valuable experience that we can't get easily. Beratnya menjadi seorang pemimpin dan kualitas kepemimpinanmu tak akan bisa dirasakan jika kamu tidak terjun ke lapangan.
Being a leader is not easy. It's difficult, It's tiring. Being a leader? It's not a drug, but it's addictive. Yes, I'm addicted. There are so much valuable experiences if you dare to be a leader. When everybody around you can't be counted on, then the last person you can count on is YOURSELF. Believe in yourself and keep in mind that you are capable to be the best!

I dare to face a big challenge, and so do you

Saturday, October 1, 2011

My Beloved and Inspirative

Waktu masih TK, aku bersekolah di sekolah katolik yang bernama TKK Yohanes Gabriel di daerah tempat tinggalku. Aku diajar oleh seorang guru perempuan yang bernama ibu Emilia. Bagiku, bu Emil adalah satu-satunya guru yang ingin melihat anak didiknya berhasil. Sampai sekarang, aku tidak pernah melupakan guru ku itu. Aku benar-benar ingin memberikan sesuatu padanya kelak sebagai tanda terima kasih.
Saat itu, pas masih TK, aku kebelet pipis. Lalu aku meminta izin kepada bu Emil buat pergi ke toilet. Dan ternyata aku lama sekali tidak kunjung kembali ke kelas. Setelah agak lama, aku baru kembali ke kelas.
"Bu, kenapa saya terlambat masuk kelas?",
"Kenapa?", tanya bu Emil
"Karena saya mencari ini...", jawabku sambil menunjukkan setangkai bunga sepatu. Aku masih ingat, di area sekolah memang banyak tumbuh bunga sepatu. Setelah sampai di kelas, aku tidak langsung mengikuti pelajaran. Aku malah memilih bermain di samping lemari dekat tempat duduk guru. Kenapa bu Emil membiarkanku bermain disana dan tidak mengikuti pelajaran? Beliau bilang, kalau masa TK itu masa-masa untuk bermain. Tidak perlu dipaksa belajar kalau si anak tidak mau belajar. Karena nanti kalau dia capek sendiri, dia akan ikut belajar. Lagipula bermain itu juga salah satu proses pembelajaran. Benar-benar guru yang sangat mengerti.
Pernah suatu hari pas memperingati hari Kartini, kami disuruh mengenakan baju tradisional Indonesia. Karena tidak semua dari kami mampu untuk pergi ke salon dan menyewa baju tradisional Indonesia, ada satu atau dua murid cowok yang mengenakan baju biasa. Lalu apa yang dilakukan oleh guruku itu? Beliau mencari kertas dan kain sarung lalu membuatkan mereka kostum sederhana supaya mereka berbaur dengan yang lain. Benar-benar guru yang menyayangi murid-muridnya.
Pas aku sudah duduk di bangku kelas 6 SD, kebetulan aku diajar lagi oleh bu Emil. Beliau mengajar dengan cara yang cukup membuat nyaman. Berbagai metode beliau gunakan supaya murid-muridnya mengerti pelajaran yang beliau ajarkan. Saat beliau masih mengajar di sana, banyak sekali lulusan SD ku yang akhirnya diterima di SMP favorit. Sekarang beliau sudah dipindahkan ke kota.
Bu Emil ini walaupun sudah tidak mengajar kami lagi, tapi seakan-akan masih menganggap kami ini murid-muridnya. Saat masih SD, aku dan seorang teman ku, namanya Astri, selalu bersaing dalam hal pelajaran sejak kelas 4 SD, karena sebelumnya dua murid yang selalu bersaing adalah aku dan Yevvy. Kami diterima di SMP yang sama. So, berarti kami 11 tahun sekelas, mulai dari TK sampai SMP. Saat itu setelah pengumuman kelulusan SMP aku pergi ke rumah nenek ku. Rumah bu Emil bersebelahan dengan rumah nenek ku. Bu Emil bertanya padaku mengenai nilai UAN ku dan nilai UAN Astri, karena pada saat itu aku memang tak tahu maka aku jawab tidak tahu.
Kebetulan beberapa jam kemudian kakak Astri lewat dengan mobil pick-upnya. Bu Emil memberhentikan mobil kakak Astri dan bertanya soal nilai UAN. dari situ aku mengetahui nilai UAN Astri yang ternyata aku lebih tinggi darinya, sekaligus mengetahui bahwa ternyata bu Emil masih memperhatikan kami. She is the greatest teacher I ever had. She loves her student like her own children.

My Beloved and Inspirative

Waktu masih TK, aku bersekolah di sekolah katolik yang bernama TKK Yohanes Gabriel di daerah tempat tinggalku. Aku diajar oleh seorang guru perempuan yang bernama ibu Emilia. Bagiku, bu Emil adalah satu-satunya guru yang ingin melihat anak didiknya berhasil. Sampai sekarang, aku tidak pernah melupakan guru ku itu. Aku benar-benar ingin memberikan sesuatu padanya kelak sebagai tanda terima kasih.
Saat itu, pas masih TK, aku kebelet pipis. Lalu aku meminta izin kepada bu Emil buat pergi ke toilet. Dan ternyata aku lama sekali tidak kunjung kembali ke kelas. Setelah agak lama, aku baru kembali ke kelas.
"Bu, kenapa saya terlambat masuk kelas?",
"Kenapa?", tanya bu Emil
"Karena saya mencari ini...", jawabku sambil menunjukkan setangkai bunga sepatu. Aku masih ingat, di area sekolah memang banyak tumbuh bunga sepatu. Setelah sampai di kelas, aku tidak langsung mengikuti pelajaran. Aku malah memilih bermain di samping lemari dekat tempat duduk guru. Kenapa bu Emil membiarkanku bermain disana dan tidak mengikuti pelajaran? Beliau bilang, kalau masa TK itu masa-masa untuk bermain. Tidak perlu dipaksa belajar kalau si anak tidak mau belajar. Karena nanti kalau dia capek sendiri, dia akan ikut belajar. Lagipula bermain itu juga salah satu proses pembelajaran. Benar-benar guru yang sangat mengerti.


Pernah suatu hari pas memperingati hari Kartini, kami disuruh mengenakan baju tradisional Indonesia. Karena tidak semua dari kami mampu untuk pergi ke salon dan menyewa baju tradisional Indonesia, ada satu atau dua murid cowok yang mengenakan baju biasa. Lalu apa yang dilakukan oleh guruku itu? Beliau mencari kertas dan kain sarung lalu membuatkan mereka kostum sederhana supaya mereka berbaur dengan yang lain. Benar-benar guru yang menyayangi murid-muridnya.
Pas aku sudah duduk di bangku kelas 6 SD, kebetulan aku diajar lagi oleh bu Emil. Beliau mengajar dengan cara yang cukup membuat nyaman. Berbagai metode beliau gunakan supaya murid-muridnya mengerti pelajaran yang beliau ajarkan. Saat beliau masih mengajar di sana, banyak sekali lulusan SD ku yang akhirnya diterima di SMP favorit. Sekarang beliau sudah dipindahkan ke kota.
Bu Emil ini walaupun sudah tidak mengajar kami lagi, tapi seakan-akan masih menganggap kami ini murid-muridnya. Saat masih SD, aku dan seorang teman ku, namanya Astri, selalu bersaing dalam hal pelajaran sejak kelas 4 SD, karena sebelumnya dua murid yang selalu bersaing adalah aku dan Yevvy. Kami diterima di SMP yang sama. So, berarti kami 11 tahun sekelas, mulai dari TK sampai SMP. Saat itu setelah pengumuman kelulusan SMP aku pergi ke rumah nenek ku. Rumah bu Emil bersebelahan dengan rumah nenek ku. Bu Emil bertanya padaku mengenai nilai UAN ku dan nilai UAN Astri, karena pada saat itu aku memang tak tahu maka aku jawab tidak tahu.
Kebetulan beberapa jam kemudian kakak Astri lewat dengan mobil pick-upnya. Bu Emil memberhentikan mobil kakak Astri dan bertanya soal nilai UAN. dari situ aku mengetahui nilai UAN Astri yang ternyata aku lebih tinggi darinya, sekaligus mengetahui bahwa ternyata bu Emil masih memperhatikan kami. She is the greatest teacher I ever had. She loves her student like her own children.

I love you my teacher,