Waktu masih TK, aku bersekolah di sekolah katolik yang bernama TKK Yohanes Gabriel di daerah tempat tinggalku. Aku diajar oleh seorang guru perempuan yang bernama ibu Emilia. Bagiku, bu Emil adalah satu-satunya guru yang ingin melihat anak didiknya berhasil. Sampai sekarang, aku tidak pernah melupakan guru ku itu. Aku benar-benar ingin memberikan sesuatu padanya kelak sebagai tanda terima kasih.
Saat itu, pas masih TK, aku kebelet pipis. Lalu aku meminta izin kepada bu Emil buat pergi ke toilet. Dan ternyata aku lama sekali tidak kunjung kembali ke kelas. Setelah agak lama, aku baru kembali ke kelas.
"Bu, kenapa saya terlambat masuk kelas?",
"Kenapa?", tanya bu Emil
"Karena saya mencari ini...", jawabku sambil menunjukkan setangkai bunga sepatu. Aku masih ingat, di area sekolah memang banyak tumbuh bunga sepatu. Setelah sampai di kelas, aku tidak langsung mengikuti pelajaran. Aku malah memilih bermain di samping lemari dekat tempat duduk guru. Kenapa bu Emil membiarkanku bermain disana dan tidak mengikuti pelajaran? Beliau bilang, kalau masa TK itu masa-masa untuk bermain. Tidak perlu dipaksa belajar kalau si anak tidak mau belajar. Karena nanti kalau dia capek sendiri, dia akan ikut belajar. Lagipula bermain itu juga salah satu proses pembelajaran. Benar-benar guru yang sangat mengerti.
Pernah suatu hari pas memperingati hari Kartini, kami disuruh mengenakan baju tradisional Indonesia. Karena tidak semua dari kami mampu untuk pergi ke salon dan menyewa baju tradisional Indonesia, ada satu atau dua murid cowok yang mengenakan baju biasa. Lalu apa yang dilakukan oleh guruku itu? Beliau mencari kertas dan kain sarung lalu membuatkan mereka kostum sederhana supaya mereka berbaur dengan yang lain. Benar-benar guru yang menyayangi murid-muridnya.
Pas aku sudah duduk di bangku kelas 6 SD, kebetulan aku diajar lagi oleh bu Emil. Beliau mengajar dengan cara yang cukup membuat nyaman. Berbagai metode beliau gunakan supaya murid-muridnya mengerti pelajaran yang beliau ajarkan. Saat beliau masih mengajar di sana, banyak sekali lulusan SD ku yang akhirnya diterima di SMP favorit. Sekarang beliau sudah dipindahkan ke kota.
Bu Emil ini walaupun sudah tidak mengajar kami lagi, tapi seakan-akan masih menganggap kami ini murid-muridnya. Saat masih SD, aku dan seorang teman ku, namanya Astri, selalu bersaing dalam hal pelajaran sejak kelas 4 SD, karena sebelumnya dua murid yang selalu bersaing adalah aku dan Yevvy. Kami diterima di SMP yang sama. So, berarti kami 11 tahun sekelas, mulai dari TK sampai SMP. Saat itu setelah pengumuman kelulusan SMP aku pergi ke rumah nenek ku. Rumah bu Emil bersebelahan dengan rumah nenek ku. Bu Emil bertanya padaku mengenai nilai UAN ku dan nilai UAN Astri, karena pada saat itu aku memang tak tahu maka aku jawab tidak tahu.
Kebetulan beberapa jam kemudian kakak Astri lewat dengan mobil pick-upnya. Bu Emil memberhentikan mobil kakak Astri dan bertanya soal nilai UAN. dari situ aku mengetahui nilai UAN Astri yang ternyata aku lebih tinggi darinya, sekaligus mengetahui bahwa ternyata bu Emil masih memperhatikan kami. She is the greatest teacher I ever had. She loves her student like her own children.





It's okay to cry. God creates tears to make us feel better, not to make us look weaker.

No comments:
Post a Comment